KANGEN



Aku mengaku
mimpiku tentang kau datang siang malam
betapa yang kemarin lekat di kulit
akrab di daging
pergi tak terjangkau
tatapan mata batinku

dan tadi pagi
kauketuk pintu lembut takut-takut
dan dalam kebungkaman kubuktikan
aku ibumu
dan dalam remang-remang
kutegas-tegas sosokmu
nah, anakku
jangan jawab kerinduanku dengan,
“aku kangen padamu, ibu! lain tidak!”

ah, kau yang keluar masuk
pintu bambu kita satu-satunya
cukup sudah sesakkan dada sempit ini

ah, kau yang siang malam
kancing dirimu di kamar
cukup sudah darah kubatukkan
lidah pun pecah-pecah

nah, anakku
aku kangen padamu
maka jawablah selain,
“aku kangen padamu, ibu! lain tidak!”

(hari ketujuh si ibu sepenuhnya sadar
dan mampu menatap si anak yang …)

1994
Dari antologi puisi “Syair-Syair 15” 1994